Minggu, 23 Desember 2012

laporan biologi perikanan

by : Gita Paramadina P
Perikanan / UNDIP


PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang

Biologi Perikanan adalah studi mengenai ikan sebagai sumberdaya yang dapat dipanen oleh manusia. Kadang pengertian istilah Biologi ikan ditujukan kepada pengertian fisiologi, reproduksi, pertumbuhan, kebiasaan makanan, tingkah laku, dan sebagainya. Usaha mengembangkan dan memajukan perikanan, pengetahuan mengenai habitat, penyebaran dan aspek biologi dari ikan menjadi dasar utama dalam usaha ini, dimana kematangan gonad sangat berhubungan dengan pemijahan. Tak terkecuali dengan fekunditas yang juga memegang peranan penting dalam penentuan kelangsungan populasi dan dinamika kehidupan. Hubungan panjang berat akan bermanfaat dalam menentukan nilai faktor kondisi dan sifat pertumbuhan ikan (Effendie, 1997).
Atas dasar tersebut praktikum biologi perikanan dilaksanakan dengan komposisi materi meliputi analisa morfometri, analisa pola kebiasaan makanan ikan (food habits), tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, nilai fekunditas, analisa hubungan panjang berat, dan faktor kondisi. Ikan yang digunakan adalah ikan tiga waja (Otolithoides microdom) (Effendie, 1997).
Dengan melaksanakan praktikum Biologi Perikanan ini diharapkan kita dapat lebih memahami dan mengerti segala kegiatan yang dilakukan selama praktikum berlangsung dan dapat memahami hasil yang diperoleh dalam praktikum ini sehigga kita dapat lebih mendalami mata kuliah Biologi Perikanan (Effendie, 1997).
1.2.  Manfaat
Manfaat dari praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang didapat untuk dikembangkan lagi dalam perkulihan serta dapat bermanfaat bagi dunia perikanan.
1.3.  Tujuan
Tujuan dari praktikum biologi perikanan ini adalah :
  1. Mengetahui bentuk  luar tubuh ikan  (Analisa morfometri).
  2. Mengetahui kebiasaan makanan (Food habits).
  3. Mengetahui Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan.
  4. Mengatahui Indeks Kematangan Gonad (IKG) ikan.
  5. Mengatahui nilai fekunditas ikan.
  6. Unmtuk melihat dan menganalisa hubungan panjang dan berat ikan.
1.4.  Waktu dan Tempat

Praktikum Biologi Perikanan ini dilaksanakan pada tanggal 26 November 2012 di Laboratorium Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.

BAB  II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.       Analisa Morfometri

Tingkah laku dan kebiasaan hidup dalam suatu habitat akan berpengaruh pada bentuk tubuh ikan. Habitat suatu ikan akan mempengaruhi bentuk tubuh dan macam-macam alat tubuh yang berkembang. Sedangkan cara gerak dan tingkah laku tiap spesies ikan akan berbeda tiap habitat (Effendie 1997).
Bentuk tubuh ikan digunakan untuk mengetahui cara hidup ikan tersebut. Bentuk tubuh ikan masing-masing menurut Rahardjo (1980) adalah, sebagai berikut:
  1. Bentuk pipih, terdiri dari dua pipih yaitu pipih lateral, dimana ikan ini dalam keadaan biasa berenang dengan lambat tetapi bila datang bahaya atau hal lain mampu berenang dengan cepat dan pipih dorsaventral, bentuk ikan ini sangat dekat dengan ikan yang hidup di dasar perairan.
  2. Bentuk torpedo, bentuk tubuhnya ramping dengan potongan melintang, badan    berbentuk elips.
  3.  Bentuk tubuh memanjang.
  4.  Bentuk paruh.
  5.  Bentuk tubuh membulat.
  6.  Bentuk tubuh pita.
  7. Bentuk kombinasi
Ikan memiliki bentuk dan ukuran tertentu dan berbeda antara ikan yang satu dengan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa ada spesifikasi tertentu pada karakteristik, bentuk dan ukuran tubuh ikan di alam. Analisa morfometri merupakan suatu analisis atau pengamatan terhadap morfologi ikan tersebut (Effendie, 1997). Menurut Rifai (1983), morfologi adalah ciri-ciri luar tubuh ikan yang terlihat dan harus diamati yang meliputi: bentuk tubuh, warna, bentuk operculum, mengukur antar bagian tubuh ikan.
2.2.       Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Dalam Biologi Perikanan, pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak. Dari pengetahuan tahap kematangan gonad ini juga akan didapatkan keterangan bilamana ikan itu akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Mengetahui ukuran ikan untuk pertama kali gonadnya menjadi masak, ada hubungannya dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Ukuran dan umur ikan menjadi tanda masak gonad, apakah ikan sudah dewasa atau belum, memijah atau belum, kapan masa pemijahannya, berapa lama saat pemijahannya, berapa kali pemijahannya dalam satu tahun, dan sebagainya. Umumnya pertambahan berat gonad pada ikan betina sebesar 10-25% dari berat tubuh dan pada ikan jantan sebesar 5-10% (Effendie, 1997).
Dalam penentuan tingkat kematangan gonad ikan ada dua cara. Pertama adalah secara morfologi yaitu penentuan yang dilakukan di lapangan atau di laboratorium berdasarkan bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan perkembangan isi gonad yang dapat dilihat. Perkembangan gonad ikan betina lebih banyak diperhatikan daripada ikan jantan karena perkembangan diameter telur yang terdapat dalam gonad lebih mudah dilihat daripada sperma yang terdapat dalam testis. Kedua adalah secara histologis yaitu penentuan yang dilakukan di laboratorium berdasarkan kepada penelitian mikroskopik. Dari penelitian ini akan diketahui anatomi perkembangan gonad yang lebih jelas dan mendetail (Effendie, 1997).
Menurut Effendie (1997), garis besar penentuan tahap kematangan gonad adalah sebagai berikut :
  1. Apabila ikan itu mempunyai seksual demorpisme yang jelas membedakan antara jantan dan betina, untuk kemudian diteliti lebih lanjut masing-masing tingkat kematangannya.
  2. Apabila ikan tidak mempunyai seksual demorpisme dan tidak mempunyai sifat seksual sekunder yang jelas, maka untuk melihat jenis kelaminnya dengan jalan melihat gonad melalui pembedahan.
  3. Baik untuk ikan jantan maupun ikan betina, ambilah gonadnya dan pisahkan menurut kelaminnya. Gonad ikan jantan dikelompokkan sendiri  demikian pula gonad ikan betina, namun data lainnya dari masing-masing gonad tersebut jangan sampai hilang atau tercampur sehingga menyusahkan analisa selanjutnya.
  4. Gonad ikan dikelompokkan kedalam beberapa kelompok mulai dari yang terendah sampai tertinggi. Pembagian kelompok ini sebaiknya hanya beberapa saja dimana untuk membedakan satu kelompok dengan kelompok lainnya yang terdekat harus jelas perbedaannya.
Menurut Effendie (1979), beberapa tanda yang dapat dijadikan pembeda dalam penentuan kelompok Tingkat Kematangan Gonad, diantaranya ialah :
  • Untuk ikan betina  :
  1. Bentuk ovarium
  2. Besar kecilnya ovaium
  3. Pengisian ovarium dalam rongga perut
  4. Warna ovarium
  5. Halus tidaknya ovarium
  6. Ukuran telur dalam ovarium secara umum
  7. Kejelasan bentuk dan warna telur dengan bagian-bagian lainnya
  8. Ukuran (garis tengah) telur
  9. Warna telur
  • Untuk ikan jantan  :
  1. Bentuk testis
  2. Besar kecilnya testis
  3. Pengisian testis dalm rongga tubuh
  4. Warna testis
  5. Keluar tidaknya testis dari tubuh ikan (sebelum ikan dibedah/dalam keadaan segar).
Tingkat kematangan gonad ikan menurut Kesteven (Bagenal dan Braum, 1968) :
  1. Dara
Organ seksual sangat kecil berdekatan di bawah tulang punggung. Testis dan ovarium transparan, tidak berwarna sampai abu-abu. Telur tidak terlihat dengan mata biasa.
  1. Dara berkembang
Testis dan ovarium jernih, abu-abu-merah. Panjangnya setengah atau lebih sedikit dari panjang rongga bawah. Telur satu persatu dapat terlihat dengan kaca pembesar.
  1. Perkembangan I
Testis dan ovarium bentuknya bulat telur, kemerah-merahan dengan pembuluh darah kapiler. Mengisi kira-kira setengah ruang ke bagian bawah. Telur dapat terlihat oleh mata seperti serbuk putih.
  1. Perkembangan II
Testis putih kemerah-merahan. Tidak ada pati jantan atau sperma kalau bagian perut ditekan. Ovarium berwarna oranye kemerah-merahan. Telur jelas dapat dibedakan, bentuknya bulat telur. Ovarium mengisi kira-kira 2/3 ruang bawah.
  1. Bunting
Organ seksual mengisi ruang bawah. Testis warnanya putih. Telur bentuknya bulat , beberapa daripadanya jernih dan masak.
  1. Mijah
Telur dan sperma keluar dengan sedikit tekanan. Kebanyakan telurnya berwarna jernih dengan beberapa yang berbentuk bulat telur tinggal dalam ovarium.
  1. Mijah/salin
Belum kosong sama sekali. Tidak ada telur yang bentuknya bulat telur.
  1. Salin/spent
Testis dan ovarium kosang dan berwarna merah. Beberapa telur dalam kedaan sedang dihisap kembali.
  1. Pulih salin
Testis dan ovarium jernih, abu-abu-merah.
Tingkat kematangan gonad ikan menurut Nikosky (Bagenal dan Braum, 1968) :
  1. Tidak masak
Individu muda belum berhasrat dalam reproduksi: gonad sangat kecil.
  1. Tahap istirahat
Produk seksual belum mulai berkembang; gonad kecil ukurannya; telur belum dapat dibedakan oleh mata biasa.
  1. Pemasakan
Telur-telur dapat dibedakan oleh mata biasa ; pertambahan berat gonad dengan cepat sedang berjalan ; testis berubah dari transparan ke warna muda pias.
  1. Masak
Produk seksual masak ; gonad mencapai berat yang maksimum, tetapi produk seksual tersebut belum keluar bila perutnya ditekan.
  1. Reproduksi
Produk seksual keluar bila perut ditekan perlahan ; berat gonad turun menjadi cepat dari awal pemijahan sampai selesai
  1. Kondisi salin
Produk seksual telah dikeluarkan ; lubang pelepasan kemerah-merahahan; gonad seperti kantung kempis, ovari biasanya berisi beberapa telur sisa, dan testis berisi sperma sisa.
  1. Tahap istirahat
Produk seksual sudah dilepaskan, lubang pelepasan tidak kemerah-merahan lagi, gonad bentuknya kecil, telur belum dapat dibedakan oleh mata biasa.
2.3.       Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Selama proses reproduksi, sebelum pemijahan terjadi sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad. Gonad akan bertambah berat seiring dengan makin besar ukuran tubuhnya, termasuk pada garis tengah telurnya. Gonad mencapai berat dan ukuran maksimum sesaat sebelum ikan itu memijah, kemudian turun dengan cepat selama pemijahan berlangsung sampai proses selesai (Effendie, 1979).

Minggu, 09 Desember 2012

laporan planktonologi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang

Plankton merupakan jasad renik yang umumnya terdiri dari organisme pelagik baik yang berasal dari binatang maupun tumbuhan.Umumnya mereka berukuran sangat kecil dan terapung/melayang di kolam air. Gerakan mereka biasanya selalu ditentukan oleh gerakan masa air itu sendiri (Davis, 1955).
Spirulina merupakan mikroorganisme autrotrof berwarna hijau-kebiruan dengan sel berkolom membentuk filamen terpilin menyerupai spiral (helix), sehingga disebut alga biru-hijau berfilamen (cyanobacterium).
Nannochloropsis oculata merupakan mikroalga bersel satu yang termasuk ke dalam kelas Eustigmatophyceae, mempunyai potensi yang sangat besar untuk bahan baku produksi trigliserida, karena mikroalga ini sangat mudah dibudidayakan secara kontinyu dengan masa
panen yang singkat.

1.2       Tujuan
            1.2.1 Mengetahui Densitas Spirulina platensis dan Nannochloropsis oculata
            1.2.2 Mengetahui Pola distribusi Spirulina platensis dan Nannochloropsis oculata











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Spirulina

            Spirulina merupakan mikroorganisme autrotrof berwarna hijau-kebiruan dengan sel berkolom membentuk filamen terpilin menyerupai spiral (helix), sehingga disebut alga biru-hijau berfilamen (cyanobacterium) (Richmond 1988 dalam Pamungkas 2005).Bentuk tubuh Spirulina sp yang menyerupai benang merupakan rangkaian sel yang berbentuk silindris dengan dinding sel yang tipis, berdiameter 1-12 mikrometer. Filamen Spirulina sp hidup berdiri sendiri dan dapat bergerak bebas (Richmond 1988)
          Beberapa spesies Spirulinayang telah ditelaah secara baiksepertiSpirulina maxima, dan Spirulina platensis. Spirulina maxima terlihat sebagai benang filamen bersel banyak dengan ukuran panjang 200-300 dan lebar 5-70 mikron. Suatu filamen dengan 7 spiral akan mencapai ukuran 1000 mikron dan berisi 250-400 sel (Angka dan Suhartono 2000).
Klasifikasi Spirulina menurut Bold & Wyne (1978) Pamungkas (2005) adalah sebagai berikut :
Kingdom         : Protista
Divisi               : Cyanophyta
Kelas               : Cyanophyceae
Ordo                : Nostocales
Famili              : Oscilatoriaceae
Genus              : Spirulina
Spesies            : Spirulinaplatensis


2.2       Nannocloropsis oculata
            Nannochloropsis oculata merupakan mikroalga bersel satu yang termasuk ke dalam kelas Eustigmatophyceae, mempunyai potensi yang sangat besar untuk bahan baku produksi trigliserida, karena mikroalga ini sangat mudah dibudidayakan secara kontinyu dengan masa panen yang singkat. Seperti halnya mikroalga yang lain, pertumbuhan Nannochloropsis oculata sangat tergantung pada ketersediaan nutrien, intensitas cahaya, karbondioksida, pH, suhu dan salinitas. Intensitas cahaya sangat diperlukan oleh mikroalga untuk menjalankan proses fotosintesis. Kurangnya intensitas cahaya yang dibutuhkan oleh mikroalga untuk aktivitas fotosintesis akan menyebabkan proses fotosintesis tidak berlangsung normal sehingga menggangu biosintesis sel selanjutnya.                                                              (library.its.ac.id)

2.3       Distribusi Mikroalgae
            Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), menyatakan bahwa terdapat empat kelompok mikroalga antara lain : diatom (Bacillariophyceae), alga hijau (Chlorophyceae), alga emas (Chrysophyceae) dan alga biru (Cyanophyceae). Penyebaran habitat mikroalga biasanya di air tawar (limpoplankton) dan air laut (haloplankton), sedangkan sebaran berdasarkan distribusi vertikal di perairan meliputi : plankton yang hidup di zona euphotik (ephiplankton), hidup di zona disphotik (mesoplankton), hidup di zona aphotik (bathyplankton) dan yang hidup di dasar perairan / bentik (hypoplankton) (Eryanto et.al, 2003).

2.4       Manfaat Mikroalgae
            Peran pembuatan bahan kehidupan dari mineral yang tak bernyawa dimulai dari tumbuhan.Mikroalga sebagai tumbuhan tingkat paling rendah memiliki kemampuan tinggi untuk melakukan demineralisasi tersebut di lingkungan perairan.Nutrien sederhana dibuat menjadi molekul kehidupan yang lebih kompleks dengan bantuan sinar matahari.Mikroalga inilah yang kemudian menentukan produktifitas primer perairan.
Sebagai produsen, mikroalga mengandung nutrisi yang lengkap kaya protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.Selain itu alga juga mengandung pigmen astaxanthin, zeaxanthin, chlorophil, phycocyanin, phycoeritrin yang memiliki fungsi pewarnaan dan antioksidan.Mikro mineralnya bersama vitamin mampu memperbaiki metabolisme tubuh dan daya tahan.  Contoh-contoh yang sudah dikenal di masyarakat adalah Chlorella dan Spirullina yang dimanfaatkan sebagai nutraceutis/suplemen kesehatan. Spesies lain seperti diatom dimanfaatkan sebagai pakan utama pembenihan udang laut. Mikroalga juga memiliki kemampuan menyerap logam berat dan limbah sehingga sering dimanfaatkan sebagai pemurni lingkungan. (aquafiles.wordpress.com)

2.5       Faktor yang Mempengaruhi keberadaan Mikro algae
1. pH  
Derajat keasaman atau pH digambarkan sebagai keberadaan ion hidrogen. Variasi pH pada dapat mempengaruhi metabiolisme dan pertumbuhan kultur mikroalga antara lain mengubah keseimbangan karbon anorganik, mengubah ketersediaan nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel. Kisaran pH untuk kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut berkisar antara 7,8-8,5. Secara umum kisaran pH yang optimum pada kulturNannochloropsis sp. antara 7 –
10 (Anonim, 2008).    
2. Salinitas      
Kisaran salinitas yang berubah-ubah dapat mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Beberapa fitoplankton dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang tinggi tetapi ada juga yang dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang rendah.Namun, hampir semua jenis fitoplankton dapat tumbuh optimal pada salinitas sedikit dibawah habitat asal.Pengaturan salinitas pada medium yang diperkaya dapat dilakukan dengan pengenceran dengan menggunakan air tawar.Kisaran salinitas yang dimiliki oleh Nannochloropsis sp. antara 32–36 ppt, tetapi salinitas paling optimum untuk pertumbuhan Nannochloropsis sp. adalah 33-35 ppt (Anonim, 2008).           
3. Suhu           
Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia, biologi dan fisika, peningkatan suhu dapat menurunkan suatu kelarutan bahan dan dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi fitoplankton diperairan. Secara umum suhu optimal dalam kultur fitoplnkton berkisar antara 20-24oC. Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung pada medium yang digunakan. Suhu di bawah 16oC dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan suhu diatas 36oC dapat menyebabkan kematian.Beberapa fitoplankton tidak tahan terhadap suhu yang tinggi. Pengaturan suhu dalam kultur fitoplankton dapat dilakukan dengan mengalirkan air dingin ke botol kultur atau dengan menggunakan alat pengatur suhu udara (Taw, 1990)
4. Cahaya       
Cahaya merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis yang berguna untuk pembentukan senyawa karbon organik. Intensitas cahaya sangat menentukan pertumbuhan fitoplankton yaitu dilihat dari lama penyinaran dan panjang gelombang yang digunakan untuk fotosintesis. Cahaya berperan penting dalam pertumbuhan mikroalga, tetapi kebutuhannya bervariasi yang disesuaikan dengan kedalaman kultur dan kepadatannya. Kedalaman dan kepadatan kultur yang lebih tinggi menyebabkan intensitas cahaya yang dibutuhkan tinggi. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fotoinhibisi dan pemanasan. Penggunaan lampu dalam kultur mikroalga minimal dinyalakan 18 jam per hari, hal tersebut dilakukan sampai mikroalga dapat tumbuh dengan konstan dan normal.(Coutteau, 1996)        
5. Karbondioksida     
Karbondioksida diperlukan oleh fitoplankton untuk memenbantu proses fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2 % biasanya sudah cukup digunakan dalam kultur fitoplankton dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan pH kurang dari batas optimum sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan fitoplankton (Taw, 1990).     
6. Nutrien       
Fitoplankton mendapatkan nutrien dari air laut yang sudah mengandung nutrien yang cukup lengkap. Namun pertumbuhan fitoplankton dengan kultur dapat mencapai optimum dengan mencapurkan air laut dengan nutrien yang tidak terkandung dalam air laut tersebut. Nutrien tersebut dibagi menjadi makronutrien dan mikronutrien, makronutrien meliputi nitrat dan fosfat.Makronutrien yang berupa nitrat dan fospat merupakan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton.Nitrat adalah sumber nitrogen yang penting bagi fitoplankton baik di air laut maupun di air tawar. Bentuk kombinasi lain dari nitrogen seperti amonia, nitrit, dan senyawa organik dapat dapat digunakan apabila kekurangan nitrat. Mikronutrien organik merupakan kombinasi dari beberapa vitamin yang berbeda-beda. Vitamin tersebut antara lain B12, B1 dan Biotin. Mikronutrien tersebut digunakan fitoplankton untuk berfotosintesis (Taw, 1990)
7. Aerasi         
Aerasi dalam kultur mikroalga diguanakan untuk proses pengadukan medium kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pengendapan sel, nutrien dapat tersebar sehingga mikroalga dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan meningkatkan pertukaran gas dari udara ke medium. (
Coutteau, 1996)  
Pertumbuhan fitoplankton dalam kultur dapat ditandai dengan bertambah besarnya ukuran sel atau bertambahnya banyaknya jumlah sel. Kepadatan sel dalam kultur Nannochloropsis sp. digunakan untuk mengetahui pertumbuhan jenis fitoplankton tersebut. Kecepatan tumbuh dalam kultur ditentukan dari medium yang di gunakan dan dapat dilihat dari hasil pengamatan kepadatan Nannochloropsis sp. yang dilakukan tiap 24 jam (1 hari) untuk kultur Nannochloropsis sp. Pertumbuhan fitoplankton secara umum dapat dibagi menjadi lima fase yang meliputi fase lag, fase eksponensial, fase penurunan kecepatan pertumbuhan, fase stasioner dan fase kematian. Pada fase lag penambahan jumlah densitas fitoplankton sangat rendah atau bahkan dapat dikatakan belum ada penambahan densitas. Hal tersebut disebabkan karena sel-sel fitoplankton masih dalam proses adaptasi secara fisiologis terhadap medium tumbuh sehingga metabolisme untuk tumbuh manjadi lamban. Pada fase eksponensial, terjadi pertambahan kepadatan sel fitoplankton (N) dalam waktu (t) dengan kecepatan tumbuh (µ) sesuai dengan rumus eksponensial. Pada fase penurunan kecepatan tumbuh pembelahan sel mulai melambat karena kondisi fisik dan kimia kultur mulai membatasi pertumbuhan. Pada fase stasioner, faktor pembatas dan kecepatan tumbuh sama karena jumlah sel yang membelah dan yang mati seimbang. Sedangkan pada fase kematian, kualitas fisik dan kimia kultur berada pada titik dimana sel tidak mampu lagi mengalami pembelahan. Keberhasilan kultur ditandai dengan pertumbuhan yang semakin meningkat dari kepadatan fitoplankton, hal tersebut merupakan waktu generasi pertumbuhan fitoplankton, sehingga dapat dikatakan waktu generasi merupakan waktu yang diperlukan suatu fitoplankton untuk membelah dari satu sel menjadi beberapa sel dalam pertumbuhan.








BAB III
MATERI DAN METODE

3.1       Waktu dan Tempat
            Hari/tanggal    : Jumat, 20 April 2012
            Waktu                         : 15.30 – 17.30
            Tempat            : Laboratorium Biologi
                                      Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
                                      Universitas Diponegoro

3.2       Alat dan Bahan
            3.2.1    Alat    
                        1. Mikroskop                           : sebagai alat untuk mengamati sampel
                        2. Sedgewick rafter                 : sebagai wadah/ tempat sampel
3.Cover glass                           : sebagai penutup sedgewick rafter  agar sampel  tidak tumpah
4. Pipet tetes                           : untuk mengambil sampel
5.Tabung reaksi
                       : sebagai wadah sampel
                        6. Kamera                                : alat dokumentasi
            3.2.2    Bahan
                        1. Sampel Spirulina platensis
                        2. Sampel Nannocloropsis oculata

3.3       Metode
            3.3.1    Metode Pengamatan Spirulina platensis
                        1. Siapkan mikroskop dan segala peralatan yang digunakan pada saat praktikum
                        2. Ambil sampel  Spirulina platensis dari tabung reaksi menggunakan pipet tetes
                        3. Masukkan sampel kedalam sedgewick rafter menggunakan pipet tetes
                        4. Tutup menggunakan cover glass, jangan sampai terdapat gelembung
                        5. Amati sampel dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x
6. Hitung jumlah rata- rata distribusi Spirulina platensis, penghitungan dilakukan  dengan 3x pengulangan, setiap pengulangan dilakukan 5x pergeseran.

            3.3.2    Metode Pengamatan  Nannocloropsis oculata
                        1. Siapkan mikroskop dan segala peralatan yang digunakan pada saat praktikum
2. Ambil sampel Nannocloropsis oculata  dari tabung reaksi menggunakan pipet tetes
                        3. Masukkan sampel kedalam sedgewick rafter menggunakan pipet tetes
                        4. Tutup menggunakan cover glass, jangan sampai terdapat gelembung
                        5. Amati sampel dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x
6. Hitung jumlah rata- rata distribusi Nannocloropsis oculata penghitungan dilakukan  dengan 3x pengulangan, setiap pengulangan dilakukan 5x pergeseran.



           















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
           
4.1       Hasil
            4.1.1    Pengamatan Spirulina platensis
                        Pada pengamatan  Spirulina platensis telah dilakukan juga penghitungan jumlah distribusi Spirulina platensis dengan 3 kali pengulangan dan setiap pengulangan dilakukan 5 kali pergeseran terhadap preparat. Berdasarkan metode tersebut didapatkan hasil sebagai berikut :
                        Penghitunan                I   : 16
                        Penghitungan              II  : 14
                        Penghitungan              III : 17
                        Rata-rata distribusi :16+14+17= 15,67  filamen/ ml
                                                                3
            Gambar Spirulina platensis
                       
4.1.2    Pengamatan Nannocloropsis oculata
            Pada pengamatan Nannocloropsis oculata telah dilakukan juga penghitunga terhadap distribusi Nannocloropsis oculata dengan 3 kali pengulangan da setiap pengulangan dan setiap pengulangan dilakukan 5 kali pergeseran terhadap sampel. Berdasarkan metode tersebut didapatkan hasil sebagai berikut :
            Penghitungan              I   : 119
            Penghitungan              II  : 125
            Penghitungan              III : 124
                        Rata-rata distribusi :119+125+124 = 122,66 sel/ml 
      3
            Gambar Nannochloropsis oculata      
                
                                               
4.2       Pembahasan
                       
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui densitas dan pola distribusi Spirulina platensis dan Nannochloropsis oculata. Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan hasil dimana persebaran Nannochloropsis oculata lebih banyak dibandingkan Spirulina platensis. Untuk mengamati persebaran Spirulina platensis dan Nannochloropsis oculata, diganakan mikroskop dengan perbesaran 40x untuk Spirulina platensis dan 100x untuk Nannochloropsis oculata, hal ini dikarenakan Nannochloropsis oculata lebih kecil daripada Spirulina platensis.
            Faktor - faktor yang mempengaruhi distribusi keduanya yaitu pH, intensitas cahaya, ketersediaan nutrien, suhu, salinitas, keberadaan karbondioksida dan aerasi. Tidak adanya salah satu faktor tersebut akan mengakibatkan berkurangnya distribusi keduanya. Keduanya juga mempunyai manfaat yang sangat besar dalam kehidupan manusia, misalnya Spirulina platensis dapat dijadikan sebagai bahan anti kanker. Itu sebabnya mengapa keduanya dibudidayakan oleh manusia, dan keberadaan mereka pun melimpah karena keduanya mudah untuk dibudidayakan.
            Dalam praktikum juga dilakukan penghitungan distribusi yang dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali dan setiap pengulangan dilakukan pergeseran sebanyak  5 kali. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang akurat dan untuk mengetahui apakah Spirulina platensis dan Nannochloropsis oculata melakukan suatu perpindahan. Hasil praktikum menunjukan bahwa Spirulina platensis dan Nannochloropsis oculata berpindah dan mampu bergeser, bergesernya Spirulina platensis dan Nannochloropsis oculata dipengaruhi oleh air atau cairan yang ada didalam sedgewick rafter. Hal ini sesuai dengan sifat sifat plankton yang pergerakannya terbatas dan dipengaruhi oleh arus.